Yogyakarta – “Menghidupkan data” tagline yang diangkat oleh Kepala Perwakilan BKKBN RI, dr. Hasto dalam Pertemuan Koordinasi dan Sinkronisasi Program Kegiatan Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Bagi Tim Kerja Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi Pusat dan Provinsi Tahun 2024” yang dilaksanakan di Hotel Melia Purosani (7/3).
Dalam sambutannya, dr. Hasto menyoroti bahwa data yang akurat dan terkini menjadi kunci dalam merancang strategi, mengidentifikasi tantangan, dan mengukur dampak dari setiap intervensi yang dilakukan. Dengan menghidupkan data, diharapkan langkah-langkah yang diambil dapat lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat maksimal serta memberikan kontribusi untuk pembuatan kebijakan yang One Fit for All, terutama dalam penurunan angka stunting di Indonesia.
BKKBN memiliki sumber data utama yaitu New Siga atau Sistem Informasi Keluarga, sebuah sistem informasi yang lebih kekinian dan akuntabel yang menjadi data operasional bagi petugas KB dan pihak terkait dalam melakukan intervensi terhadap program Bangga Kencana, khususnya dalam rangka percepatan penurunan stunting.
selain data, “Unmeet need” juga menjadi fokus perhatian. Alasan kesehatan diidentifikasi sebagai sumber utama dari putus KB dengan presentase sebesar 55.97% dan pada kelompok umur 30-34 tahun yang mencapai 13.3%. Temuan ini menyoroti pentingnya memperhatikan aspek kesehatan dalam menyusun kebijakan dan program yang efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, analisis menyimpulkan bahwa angka pernikahan mengalami penurunan signifikan pada tahun 2023, mencapai rekor terendah dalam satu dekade terakhir dengan hanya 1.58 juta pernikahan, dibandingkan dengan puncaknya pada tahun 2013 yang mencapai 2.21 juta pernikahan.
Konsep “Unmeet need” secara erat terkait dengan masalah stunting dalam masyarakat. Stunting, sebagai dampak dari kekurangan gizi kronis pada anak-anak, mencerminkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang esensial pada tahap-tahap penting perkembangan manusia. Penyelidikan dan upaya pencegahan stunting membutuhkan pemahaman yang komprehensif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan “Unmeet need”, seperti keterbatasan akses terhadap makanan bergizi, kurangnya edukasi gizi, serta kurangnya layanan kesehatan yang berkualitas, yang semuanya perlu diatasi melalui pendekatan yang holistik dan terkoordinasi.
dr Hasto menyampaikan bahwa studi Pemaknaan Stunting yang dilaksanakan di 31 Provinsi dengan 1676 responden menyatakan bahwa 89% responden sangat tidak setuju jika stunting itu Hoax dan 98.3% stunting berbahaya untuk kesehatan anak, meskipun 5 dari 10 responden (50%) tidak percaya bahwa stunting bisa menghambat kognitif anak, meskipun terdapat barrier perspective atau bagaimana pemaknaan dasar tentang stunting ternyata berbanding sangat terbalik dengan bukti ilmiah kedokteran. Hal ini menjadi tantangan bagaimana pemangku kepentingan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai stunting agar Indonesia terbebas dari stunting.
“Partisipasi aktif dari semua pihak, baik di tingkat daerah maupun nasional, sangat diperlukan. Pembahasan terkait dengan program Bangga Kencana tetap menjadi prioritas, dengan fokus pada aplikasi dan implementasi di tingkat kabupaten dan kota. Diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah pusat, daerah, dan berbagai pihak terkait untuk memastikan kesuksesan program-program ini. Keseluruhan, upaya untuk memperkuat kebijakan dan pelaksanaan program-program strategis akan terus menjadi fokus dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan”, Tegas Deputi bidang Advokasi dan Informasi, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, MPd.
Rapat koordinasi teknis yang dilaksanakan menyoroti pentingnya evaluasi komunikasi yang berkelanjutan, melalui survei dan audit komunikasi, untuk memastikan efektivitas strategi yang diterapkan. Selain itu, pendekatan advokasi dan kemitraan yang baik. Strategi untuk memetakan isu-isu penting, menyusun langkah-langkah advokasi yang dapat diterima, serta memastikan kemitraan yang kuat dengan instansi terkait menjadi fokus diskusi sehingga dapat memberikan landasan yang kokoh untuk upaya bersama dalam meningkatkan kualitas komunikasi dan pemanfaatan data dalam mendukung pembangunan masyarakat di Indonesia.
Dalam sesi penutup, dr. Hasto, menyampaikan pentingnya kolaborasi lintas sektoral dalam menanggapi tantangan kesehatan yang kompleks. Perlunya pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta, untuk mencapai hasil yang optimal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan upaya bersama ini dapat membawa perubahan yang signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Penulis : Ratnajulie Yatnaningtyas
Editor : Danarto Suryo Yudho